Jumat, 21 Oktober 2011

TRADISI PERKAWINAN ADAT JAWA










TRADISI PERKAWINAN ADA JAWA
Pendahuluan
Witing tresno jalaran soko kulino, artinya : Cinta tumbuh karena terbiasa. Cinta akan tumbuh dengan sendirinya, namun jika dua insan bersepakat maka cinta selayaknya dikukuhkan dalam sebuah perkawinan.

Dalam tradisi jawa, perkawinan adalah penyatuan dua keluarga besar. Proses penyatuan dua keluarga besar yang berbeda latarbelakang tentu tidak selalu berjalan mulus. Salah satu penyebab konflik terjadi jika salah satu keluarga besar masih mempertimbangkan apa yang disebut Bibit, Bebet, dan Bobot. Dalam tradisi jawa ketiga hal ini dipakai sebagai pertimbangan dalam menerima calon menantu.
1. Bibit : Calon menantu berasal dari latar belakang keluarga yang baik.
2. Bebet : Calon menantu (terutama pria), nantinya mampu menghidupi keluarga
3. Bobot : Calon menantu berkualitas, dalam arti bermental baik dan berpendidikan baik.

Jika terjadi kesepakatan antara kedua keluarga besar, maka menurut kebiasaan akan dilangsungkan acara pinangan.

Pinangan

Pinangan atau lamaran akan dilakukan oleh pihak calon mempelai pria. Pada masa lalu, orang tua calon mempelai pria akan mengutus seseorang untuk meminangkan. Namun kini kebiasaan memakai seseorang sebagai utusan sudah banyak ditinggalkan dengan alasan kepraktisan. Biasanya orang tua calon mempelai pria akan datang sendiri untuk meminang. Jika pinangan diterima maka pembicaraan akan berlanjut dengan penentuan tanggal dan hari pelaksanaan perkawinan (Gethok dina), biasanya akan dicari hari baik (dengan memakai perhitungan kalender jawa). Dalam tradisi jawa, banyak upacara adat yang dilakukan berkaitan dengan berlangsungnya acara pernikahan. Untuk itu keberadaan seorang juru rias pengantin (pemaes) yang tepat menjadi penting, karena sang pemaes temanten inilah yang akan memberitahu bagaimana tata cara seluruh pelaksanaan upacara, lengkap dengan sesaji yang diperlukan.

Dalam tradisi adat Jawa, pihak calon mempelai wanita adalah pihak yang punya gawe(penyelenggara pernikahan) dan pihak calon mempelai pria hanya membantu. Bagaimana pelaksanaan upacara pernikahan, apakah semua urutan upacara adat dilakukan atau tidak, sederhana atau mewah, berapa banyak tamu yang diundang dan sebagainya. Semua itu menjadi keputusan keluarga calon mempelai wanita. Maka kedua pihak diharapkan lebih terbuka membicarakan anggaran yang mampu disediakan.
Pemasangan Tarub dan Bleketepe
Satu hari sebelum acara pernikahan, orang tua calon mempelai wanita akan memasang bleketepe dan tarub di depan pintu masuk halaman rumah. Akan dibuat gapura yang dihiasi tarub. Tarub terdiri dari berbagai tuwuhan (aneka tanaman) yang secara simbolis mempunyai arti.

Tuwuhan yang dipasang pada sisi kiri dan kanan gapura yaitu pohon pisang yang telah berbuah matang. Pohon pisang dipandang sebagai tanaman yang dapat tumbuh baik dimanapun, maka pemakaian pohon pisang sebagai simbol calon pengantin diharapkan akan menjadi keluarga baru yang bahagia, sejahtera dan rukun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.

Sepasang tebu wulung (tebu berwarna merah) sebagai simbol kemantapan pasangan baru ini untuk membina keluarga mereka.

Cengkir gading (kelapa gading) sebagai simbol kesungguhan dan kuatnya niat kedua calon mempelai untuk terikat dalam kehidupan bersama yang saling mencinta.
Aneka dedaunan seperti beringin, mojokoro, alang-alang, dadap srep, sebagai simbol harapan agar kedua calon mempelai ini hidup dan tumbuh dalam keluarga yang selalu selamat dan sejahtera.

Sedangkan pemasangan Bleketepe yang terbuat dari anyaman daun kelapa dimaksukan untuk mengusir segala gangguan dan roh jahat dan menjadi pertanda bahwa dirumah ini akan dilakukan upacara pernikahan.
Sesajen
Dalam tradisi jawa sesajen banyak digunakan untuk berbagai acara adat. Begitu juga dengan acara pernikahan. Sesajen biasanya akan disiapakan sebelum pemasangan tarub dan bekletepe. Sesajen yang ada berupa nasi tumpeng, berbagai macam buah, berbagai lauk pauk, kue-kue, minuman, bunga, jamu, daging kerbau, gula kelapa dan sebuah lentera. Sesajen ini adalah simbol permohonan berkah dari Tuhan dan restu dari para leluhur. Selain juga sebagai media menolak godaan mahluk halus yang jahat. Sesajen biasanya ditempatkan dibeberapa tempat seperti dapur, kamar mandi, pintu depan, dibawah tarub, jalan yang dekat dengan rumah dll.

Bersambung ke tulisan Tradisi Perkawinan Jawa 2


Sebelum Hari Pernikahan

Siraman

Satu hari sebelum hari pernikahan acara akan dimulai dengan acara siraman. Siraman berasal dari kata siram yang berarti mandi. Kedua calon mempelai akan dimandikan dengan maksud untuk disucikan. Upacara siraman ini dilakukan di rumah orang tua masing-masing dan dapat dilakukan di dalam rumah atau di halaman rumah.

Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum upacara siraman dilakukan, yaitu:
1. Daftar orang yang akan memandikan. Selain orang tua calon mempelai maka orang yang dianggap pinisepuh oleh keluarga besar juga bisa masuk dalam daftar.
2. Sejumlah barang diantaranya tempayan berisi air, kembang setaman, handuk, kendi berisi air.
3. Sesajen yang lebih dari sepuluh macam juga seekor ayam jago. Sesajen ini juga kemudian dapat digunakan untuk sesajen upacara ngerik yang dilakukan setelah upacara siraman.
4. Air yang dikirim dari pihak calon mempelai wanita. Air suci perwitosari (sari kehidupan). Air tersebut sudah dicampur denga beberapa macam bunga dan air ini akan di campurkan dengan air yang digunakan untuk memandikan calon mempelai pria.

Setelah orang tua dan pinisepuh memandikan calon mempelai maka yang terakhir memandikan adalah sang pemaes. Pemaes memandikan calon mempelai dengan air dari sebuah kendi, setelah kendi kosong maka pemaes dan seorang pini sepuh akan membanting kendi kelantai sambil berucap ‘wis pecah pamore’. Kalimat itu berarti calon mempelai yang cantik atau gagah sekarang sudah siap untuk menikah. Setelah prosesi memandikan selesai, maka calon mempelai dikenakan kain batik motif grompol dan ditutup tubuhnya dengan kain batik motif nagasari. Setelah upacara siraman, calon mempelai wanita bersiap untuk upacara ngerik.

Adol dhawet

Upacara ini dilaksanakan setelah siraman dan hanya dilakukan di rumah calon mempelai wanita. Adhol dhawet dilakukan oleh kedua orang tua mempelai wanita. Ibu calon mempelai wanita menjual sambil dipayungi oleh bapak calon mempelai wanita. Para tamu membeli dengan menggunakan uang pecahan genting (kreweng). Upacara ini mengandung harapan agar nanti pada saat upacara panggih dan resepsi, banyak tamu dan rezeki yang datang.

Upacara Ngerik

Upacara ngerik adalah prosesi pengerikan rambut-rambut kecil diwajah calon mempelau wanita oleh pemaes, kemudian rambut calon mempelai wanita diasapi dengan ratus atau dupa. Berikutnya calon mempelai wanita akan dirias dan mengenakan kebaya yang dipadu dengan kain batik motif sidomukti dan sidoasih. Kedua motif kain itu sebagai simbol sang mempelai wanita akan hidup makmur dan dihormati oleh sesama.
Prosesi selanjutnya yaitu orang tua calon mempelai wanita akan memberikan suapan (makan) terakhir bagi sang anak karena setelah pernikahan calon mempelai wanita akan menjadi tanggung jawab sang suami.

Upacara Midodareni

Pada malam hari dilangsungkan upacara midodareni di rumah calon mempelai wanita. Pada malam ini calon mempelai pria beserta keluarga dekat berkunjung ke rumah calon mempelai wanita.

Di rumah, calon mempelai wanita telah dirias cantik bagai widodari (dewi dari kayangan). Dalam tradisi jawa dipercaya bahwa pada malam itu calon mempelai putri ditemani oleh dewi-dwei cantik dari kahyangan. Untuk itu calon mempelai wanita harus berada dalam kamar dan tidak boleh tidur, dimulai dari jam enam sore sampai tengah malam. Terkadang beberapa sesepuh akan menemani sambil memebrikan wejangan/ nasehat. Kecuali calon mempelai pria, keluarga calon mempelai pria yang datang pun boleh menengoknya. Dikamar calon mempelai wanita ini juga diberi beberapa sesajen yang khusus disiapkan untuk acara midodareni. Diantaranya sebelas macam makanan dan barang serta tujuh macam barang lainnya.

Srah-srahan atau Peningsetan

Pada malam midodareni, biasa juga dilakukan upacara srah-srahan atau peningsetan. Peningsetan berasal dari kata singset yang artinya mengikat erat. Dapat disebut juga sebagai komitmen untuk menikah antara kedua calon mempelai dan kedua pihak keluarga. Pada upacara ini pihak keluarga pria memberikan beberapa barang berupa:
1. Cincin emas, simbol cinta kedua calon mempelai abadi tidak terputus sepanjang hidup.
2. Seperangkat busana untuk calon mempelai wanita, beberapa kain batik dengan motif bersimbolkan kebahagiaan hidup. Setartakan juga sebuah stagen, ikat pinggang kain putih yang besar dan panjang, sebagai simbol kuatnya tekad.
3. Seperangkat perhiasan, simbol calon mempelai wanita akan selalu berusaha untuk tetap bersinar.
4. Makanan tradisional diantaranya jadah, lapis, wajik, jenang (semuanya terbuat dari beras ketan). Simbol harapan cinta kedua calon pengantin agar selalu lengket selama-lamanya.
5. Buah-buahan, simbol agar cinta mereka menghasilkan buah kasih yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.
6. Daun sirih/ suruh ayu, daun ini muka dan punggungnya berbeda rupa, tetapi kalau digigit sama rasanya. Simbol satu hati, berbulat tekad tanpa harus mengorbankan perbedaan.
7. Uang/ Asok tukon, sebagai simbol sumbangan untuk pelaksanaan upacara pernikahan.

Dalam tradisi perkawinan Surakarta, ketika acara seserahan selesai dan rombongan calon mempelai pria berpamitan pulang, maka pihak tuan rumah/ keluarga calon mempelai wanita akan memberikan angsul-angsulan. Beberap yang diberikan yaitu buah-buahan, kue-kue dan seperangkat pakaian calon mempelai pria yang akan di pakai pada acara pernikahan. Pada tradisi perkawinan Yogyakarta, tidak ada pemberian angsul-angsulan.

Setelah prosesi srah-srahan, bisanya acara akan berlajut dengan ramah tama dan makan bersama. Namun calon mempelai pria hanya boleh meminum segelas air yang disuguhi, ia tidak boleh makan atau minum yang lainnya. Ini sebagai simbol untuk melatih kesabaran sebagai seorang suami dan kepala keluarga.

Nyantri

Setelah upacara midodareni, calon mempelai pulang bersama keluarganya. Namun untuk segi kepraktisan dan keamanan acara esok harinya, sang calon mempelai pria dapat tetap tinggal di rumah calon mempelai wanita. Ini disebut dengan nyantri, tentu hal ini dapat dilakukan dengan kesepakatan dengan pihak keluarga calon mempelai wanita. Nyantir adalah penyerahan tanggung jawab atas calon mempelai pria kepada orang tua calon mempelai wanita.

Selama berada di rumah calon mempelai wanita, kedua calon mempelai tetap tidak boleh bertemu. Saat tengah malam, calon mempelai pria dapat dipersilahkan untuk makan dan kemudian beristirahat.

Bersambung ke tulisan Tradisi Perkawinan Jawa 3

Pelaksanaan Pernikahan

Pengesahan perkawinan dilakukan dengan agama yang dianut oleh kedua mempelai. Dapat dilakukan sesuai dengan agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, konghucu dan juga Aliran Kepercayaan. Untuk yang terakhir ini juga sudah diakui oleh negara (UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Upacara Panggih atau Temu Penganten

Upacara ini dilakukan setelah perkawinan telah disahkan. Menurut tradisi Jawa, upacara panggih atau temu penganten dilaksanakan dirumah orang tua mempelai wanita. Namun kini untuk praktisannya upacara ini dilakukan ditempat resepsi pernikahan. Upacara dimulai dengan mempelai pria diantar oleh para saudaranya (tanpa kedua orang tua) sampai ke depan pintu rumah mempelai wanita. Sementara mempelai wanita beserta para saudaranya dan orang tua menyongsong rombongan mempelai pria.

Selain keluarga mempelai wanita, terdapat juga juga dua gadis kecil/ patah yang berdiri di depan mempelai wanita, dua anak laki-laki muda atau dua orang ibu yang masing-masing membawa rangkaian bunga yang disebut kembar mayang. Kemudian salah seorang pengiring mempelai pria akan menyerahkan Sanggan kepada ibu mempelai wanita sebagai simbol penghormatan penyelenggaraan upacara perkawinan. Sanggan adalah buah pisang yang ditaruh diatas nampan dan terbungkus rapi dengan daun pisang. Sedangkan kembar mayang akan dibawa keluar rumah dan dibuang diperempatan jalan yang dekat rumah/ tempat resepsi berlangsung. Hal ini dimaksudkan agar upacara berjalan selamat tanpa gangguan apapun.

Pada saat kedua mempelai bertemu dan berhadapan, keduanya akan saling melempar ikatan daun sirih yang telah diisi dengan kapur sirih. Ini yang disebut ritual balangan suruh. Dalam tradisi jawa, daun sirih dipercaya mempunyai kekuatan untuk mengusir roh jahat. Melempar daun sirih dilakukan untuk memastikan kedua mempelai adalah asli dan bukan palsu.

Prosesi dilanjukan dengan melakukan ritual wiji dadi, diawali dengan mempelai pria menginjak sebuah telur ayam dengan kaki kanan, kemudian kaki tersebut dibasuh oleh mempelai wanita. Ritual ini sebagai simbol bahwa rumah tangga yang dipimpin seorang suami yang bertanggung jawab dengan istri yang baik, akan menghasilkan hal yang baik termasuk pula keturunan.

Di daerah Yogyakarta, versi ritual ini agak berbeda. Setelah telapak kaki kanan mempelai pria dibasuh dengan air oleh mempelai wanita. Pemaes sebagai pembimbing upacara akan memegang telur ayam kampung dengan tangan kanan, kemudian ujung telur ditempelkan pada dahi mempelai pria dan kemudian pada dahi mempelai wanita. Setelah itu telur dipecahkan diatas tumpukan bunga yang berada diantara kedua mempelai. Ini sebagai simbol dari kemantapan kedua mempelai dalam satu pikiran, saling kasih untuk membina rumah tangga bahagia sejahtera dan menghasilkan keturunan yang baik.

Ritual Kacar Kucur atau Tampa Kaya

Pada saat ini biasanya upacara dilangsungkan di krobongan atau di pelaminan. Ritual kacar kucur ini menggambarkan sang suami memberikan seluruh penghasilannya kepada istri. Dalam ritual ini yang di berikan sang suami adalah kacang, kedelai, beras, jagung, nasi kuning, dlingo bengle, beberapa macam bunga dan uang logam dengan jumlah genap. Sang istri menerima dengan selembar kain putih dan ditaruh diatas selembar tikar tua yang diletakkan diatas pangkuannya. Sebagai simbol bahwa istri akan menjadi ibu rumah tangga yang baik dan berhati-hati.

Ritual Dhahar Klimah atau Dhahar Kembul

Disaksikan keluarga, mempelai akan makan bersama, saling menyuapi. Mempelai pria membuat tiga kepal nasi kuning dengan lauknya berupa telor goreng,tempe, kedelai, abon, ati ayam. Lalu menyuapkan kepada mempelai wanita dan begitu pula yang dilakukan oleh mempelai wanita. Sesudah itu acara makan bersama diakhiri dengan minum teh manis bersama. Prosesi ini sebagai simbol bahwa mulai saat ini keduanya akan menggunakan dan menikmati bersama apa yang mereka punyai.

Mertui atau Mapag Besan

Kedua orang tua mempelai wanita akan menjemput kedua orang tua pempelai pria didepan rumah. Jika ritual dilakukan di tempat berlangsungnya resepsi maka kedua orang tua mempelai pria di jemput di depan pintu ruangan resepsi. Mereka akan dipersilahkan masuk ke rumah/ ruangan tempat upacara. Saat masuk mereka akan berjalan bersama menuju ketempat upacara. Para ibu berjalan didepan, para bapak mengiringi dari belakang. Kedua orang tua mempelai pria didudukkan di sebelah kiri kedua mempelai dan orang tua mempelai putri duduk disebelah kanan kedua mempelai.

Upacara Sungkeman

Mempelai melakukan sungkem kepada kedua belah pihak orang tua. Mulai dengan orang tua mempelai wanita kemudian kepada orang tua mempelai pria. Sungkem merupakan bentuk penghormatan kepada orang tua .

Sungkem dilakukan dengan posisi jongkok, kedua telapak tangan menyembah dan mencium lutut yang di-sungkemi. Keris yang dipakai mempelai pria harus dilepas terlebih dahulu sesudah selesai sungkem ,keris dikenakan kembali.
Pada saat ritual sungkem orang tua memberikan restunya agar keduanya menempuh hidup rukun, sejahtera. Selain itu corak pakaian yang dikenakan oleh para orang tua pengantin sudah menyiratkan restu. Dapat dilihat dari kain batik yang dikenakan yang polanya truntum, artinya punyailah rejeki yang cukup selama hidup. Ikat pinggang besar yang namanya sindhur dengan pola gambar dengan garis yang melekuk-lekuk, artinya orang tua mewanti-wanti kedua anaknya supaya selalu bertindak hati-hati, bijak dalam menjalani kehidupan di dunia.

Pada waktu lampau, ritual tampa kaya, dhahar kembul dll, dilakukan didepan krobongan yang ada disenthong tengah (Ruang tengah rumah kuno yang biasa dipakai untuk melakukan sesaji). Pada masa kini, ritual tersebut tetap diadakan meskipun digedung pertemuan atau hotel. Oleh karena itu dekorasi dibelakang kursi temanten adalah ukiran kayu yang berbentuk krobongan.

Upacara-upacara diatas adalah tradisi yang berlaku di daerah Yogyakarta, di Surakarta dan lainnya masih ada tambahan ritual yaitu:

Sindhur Binayang
Sesudah ritual Wiji Dadi, ayah mempelai wanita berjalan didepan kedua temanten menuju ke kursi mempelai didepan krobongan, sedangkan ibu mempelai putri berjalan dibelakang kedua temanten, sambil menutupi pundak kedua pengantin dengan kain sindhur. Ini melambangkan, sang ayah menunjukkan jalan menuju ke kebahagiaan, sang ibu mendukung.

Timbang
Kedua mempelai bersama-sama duduk dipangkuan ayahanda mempelai wanita. Sesudah menimbang-nimbang sejenak, ayahanda berkata: Sama beratnya, artinya ayah mencintai keduanya, sama, tidak dibedakan.

Tanem
Selanjutnya, ayah mendudukkan kedua mempelai dikursi pelaminan. Itu untuk memperkuat persetujuannya terhadap perkawinan itu dan memberikan restunya.

Bubak Kawah
Ayah mempelai wanita, sesudah upacara Panggih, minum rujak degan/ kelapa muda didepan krobongan. Istrinya bertanya : Bagaimana Pak rasanya? Dijawab : Wah segar sekali, semoga orang serumah juga segar. Lalu istrinya ikut mencicipi minuman tersebut sedikit dari gelas yang sama, diikuti anak menantu dan terakhir mempelai wanita. Ini merupakan perlambang permohonan supaya pengantin segera dikaruniai keturunan.

Tumplak Punjen
Ritual ini dilakukan oleh orang tua yang mengawinkan putrinya untuk terakhir kali. Tumplak artinya menuang atau memberikan semua, punjen adalah harta orang tua yang telah dikumpulkan sejak mereka berumah tangga.

Dalam ritual ini, orang tua didepan krobongan, memberikan miliknya( punjen) kepada semua anak-anak dan keturunannya. Secara simbolis kepada masing-masing diberikan sebuah bungkusan kecil yang berisi bumbu-bumbu,nasi kuning, uang logam dari emas, perunggu dan tembaga dll.

Dengan mengadakan tumplak punjen, orang tua ingin memberi teladan kepada anak keturunannya,bahwa mereka sudah purna tugas dan supaya generasi penerus selalu menyukuri karunia Tuhan dan mampu melaksanakan tugas hidupnya dengan baik dan benar.

Tukar Kalpika
Pengantin melakukan tukar cincin sebagai tanda kasih dan keterikatan suami istri yang sah.

Resepsi Perkawinan
Sesudah seluruh rangkaian upacara tradisi perkawinan selesai, maka resepsi perkawinan dapat dimulai. Biasanya dengan diapit kedua belah pihak orang tua, kedua mempelai menerima ucapan selamat dari para tamu. Dalam acara resepsi, hadirin dipersilahkan menyantap hidangan yang sudah disediakan, sambil beramah tamah. Ada kalanya, sebelum resepsi dimulai, ditampilkan dipentaskan fragmen tari Jawa klasik yang sesuai untuk perkawinan seperti fragmen Pergiwo Gatotkaca atau tari Karonsih, yang melukiskan hubungan cinta kasih wanita dan pria.

Upacara Perkawinan di Karaton
Pada masa kini, upacara perkawinan adat di karaton dan luar karaton, pada intinya sama. Hanya saja di Karaton masih ada lagi ritual yang biasanya tidak dilakukan diluar, antara lain:

Ngapeman
Dikaraton Ngayogyakarta, sebelum malam midodareni, Sri Sultan Hamangubuwono X dan permaisuri dibantu oleh beberapa putri karaton dan wanita abdi dalem, membuat kue apem di Bangsal Keputren.

Tantingan
Sri Sultan Hamangkubuwono X didampingi permaisuri, sebelum pelaksanaan Ijab, menanyakan kepada putrinya yang akan menikah, apakah benar-benar menghendaki untuk dinikahkan dengan calon mempelai pria.

Kelompok “edan-edanan”
Dalam prosesi pernikahan di Karaton Surakarta dan Yogyakarta, yaitu ketika mempelai dan rombongan pengiring berjalan menuju pelaminan. Iring-iringan dipimpin oleh seorang Suba Manggala sebagai cucuk lampah, pembuka jalan yang melangkahkan kaki dengan gerak tari mengikuti iringan gamelan. Dibelakang pengantin yang bergandengan tangan, berjalan dua gadis kecil yang disebut patah. Diikuti beberapa penari yang menari menghibur hadirin. Urutan berikutnya adalah orang tua kedua mempelai dan para saudara/ i.

Pada prosesi pengantin di karaton Jogja dan Solo, masih ada rombongan tambahan, yaitu kelompok “edan-edanan” ( edan artinya gila), yang terdiri dari beberapa orang cebol, berbadan tidak normal dengan riasan aneh dan mencolok menari dengan gerakan lucu. Kelompok edan-edanan ini sebagai penolak bala, mengusir semua gangguan berujud apapun.

Disengker
Calon mempelai di karaton, beberapa hari sebelumnya diharuskan sudah berada dilingkungan karaton dan tidak boleh keluar,istilahnya disengker.

Tidak ada komentar: